Header Ads

Poligami Ala Snouck Hurgronje: Istri Tiga Islam dan Satu Kristen

SOSIOLOGI POLIGAMI -- Dari sejarah, terutama di periode Perang Aceh (1879-1904), kita tentu mengenal tokoh ini, Christiaan Snouck Hurgronje (1857-1936). Inilah tokoh yang sangat berpengaruh bagi Belanda untuk mengakhiri perang 25 tahun itu, salah satu perang terlama buat Belanda di Indonesia.

Hidup Snouck Hurgronje penuh warna. Dia: ilmuwan ahli agama (Islam dan Kristen), kebudayaan dan bahasa-bahasa Timur; pahlawan bagi Belanda sebagai penasihat perangnya; pengkhianat tanpa tanding bagi rakyat Aceh; oportunis berkedok ilmuwan bagi para ilmuwan lawannya; juga menikah empat kali dengan perempuan Arab, Sunda (2x) dan Belanda.

Dengan kemampuannya fasih berbahasa Arab, Aceh, Melayu, Jawa dan Sunda; Snouck Hurgronje sukses menjalani kehidupannya yang penuh warna itu. Ia diterima di kalangan para bangsawan dan ulama besar Turki, Arab, Aceh dan Sunda. Mengganti namanya menjadi Abdul Ghaffar dan mengganti agamanya dari Kristen menjadi Islam saat belajar sastra Arab dan agama Islam di Mekah mungkin adalah usaha-usahanya yang sistematik dan terencana baik dari awal untuk tahun-tahun ke depannya. Tahun 1884-1905 petualangan Snouck dalam berbagai bidang itu terjadi di Mekah, Batavia, Banda Aceh dan Bandung. Tahun 1906 ia mengakhiri petualangannya kembali ke Belanda, menikahi istri terakhirnya (yang ke-4), seorang anak pendeta, dan dikukuhkan sebagai gurubesar di Leiden dan pada 1907 dan sampai akhir hidupnya (1936) berprofesi sebagai penasihat Menteri Urusan Koloni Kerajaan Belanda.

Snouck Hurgronje adalah seorang anak dan cucu pendeta Protestan, terdidik sebagai sarjana teologi Protestan dan sastra Arab, menikahi tiga istri pertamanya secara Islam, tetapi menikahi isteri terakhirnya seorang anak pendeta di Belanda secara Kristen. Tidak diketahui dengan pasti saat Snouck mengganti agamanya menjadi Islam saat di Mekah tahun 1884 apakah itu pura-pura demi ambisinya atau bersungguh-sungguh. Tidak diketahui pula saat ia menikahi anak pendeta pada tahun 1910 apakah dia mengganti agamanya lagi menjadi Protestan , atau tetap Islam, atau tak ada ganti-mengganti karena memang dari awal ia Protestan (hanya berpura-pura menjadi Islam). Literatur2 tentang Snouck berbeda pendapat soal ini.

Saya tak akan menceritakan kisah Snouck di Arab atau di Aceh sehubungan dengan Perang Aceh sebab kisah itu sudah banyak diceritakan di dalam sejarah. Berikut ceritanya yang lain yang barangkali menarik, khususnya buat masyarakat Jawa Barat, lebih khusus lagi buat orang-orang Sunda, yang jarang diceritakan di sejarah. Seperti biasa, saya ramu dari berbagai sumber.

Selama di Indonesia (1889-1905) Snouck Hurgronje sempat tinggal di Jawa Barat (Bandung khususnya). Sebagai seorang ilmuwan dan orientalis serta mungkin berpikir akan ada gunanya kelak, Snouck mengumpulkan naskah2 Sunda. Hasil kumpul-kumpul ini menghasilkan koleksi naskah Sunda yang sangat signifikan, sebanyak 371 naskah (total naskah Sunda diperkirakan ada 785 naskah – menurut Edi S Ekajati dkk, 1998 - Naskah Sunda: Inventarisasi dan Pencatatan), maka yang berhasil dikumpulkan Snouck itu hampir setengahnya. Untuk mendapatkan naskah-naskah tersebut, Snouck bisa membeli atau diberi. Selama berada di Tatar Sunda, ia sangat dekat dengan para menak atau bangsawan, juga dengan para penghulu dan pemuka agama.

Snouck dua kali menikahi gadis Sunda. Dari masing-masing istri ia mempunyai keturunan. Pernikahan pertama dengan Sangkana, anak Haji Muhammad Taib, penghulu besar Ciamis tahun 1889 (tahun 1890 menurut sumber lain – jadi Snouck menikah begitu ia masuk ke Indonesia melalui Batavia). Sangkana meninggal setelah keguguran anaknya yang kelima. Pernikahan kedua Snouck adalah dengan Siti Sadiah, anak Haji Muhammad Sueb, yang terkenal dengan sebutan Kalipah Apo (ingat di Bandung ada jalan Kalipah Apo, kalipah maksudnya adalah kalifah –sebenarnya seorang penghulu) di Bandung tahun 1898. Dari pernikahan itu mereka dikarunai seorang anak bernama Raden Joesoef. Namun setelah itu, Snouck Hugronje dipanggil pulang ke Belanda saat anaknya berumur 1,5 tahun. Raden Joesoef sendiri kemudian memiliki 11 orang anak. Yang paling sulung adalah Eddy Joesoef, pemain bulu tangkis yang pada tahun 1958 berhasil merebut Piala Thomas di Singapura.



Tidak diketahui apakah Snouck membawa isteri dan anaknya itu saat dipanggil pulang ke Belanda atau tidak sebab di Belanda Snouck menikah lagi dengan anak seorang pendeta. Yang jelas, saat pulang ke Belanda Snouck tidak lupa memboyong semua naskah Sunda koleksinya. Di Belanda Snouck pun tetap mendapatkan kiriman naskah dari teman- temannya di Tatar Sunda.

Snouck Hurgronje meninggal pada 16 Juli 1936. Menurut Sasmita (2006 – Koran Kompas edisi Jawa Barat 6 April 2006) Snouck menulis surat wasiat yang tidak boleh dibuka selama 100 tahun setelah kematiaanya. Surat wasiatnya itu konon sampai kini masih tersimpan di kantor KITLV (Koninklijk Instituut voor Taal-, Land- en Volken-Kunde atau Lembaga Kerajaan Belanda untuk Ilmu2 Bahasa, Geografi dan Antropologi) di Leiden.

Dua puluh tiga tahun lagi, tahun 2036, surat wasiat Snouck Hurgronje itu baru boleh dibuka. Apa isinya? Misterius !

Sumber

No comments

Powered by Blogger.